Monday, January 31, 2005

Sesampai di Meulaboh

hari ini kami pulang
ke tempat yang dulu bernama rumah
dua lantai dengan jati tua sebagai tiang
setarik nafas merata tanah

di sepanjang jalan berjajar menara kardus
baju bekas buku bekas susu kaleng daging kaleng
obat batuk obat pusing obat kulit obat luka,
luka apa yang bisa disembuhkan manusia
bila amarah masih mengalir bersama darah
merembesi kain kasa dan perekatnya memerah

kata ayah, Tuhan menunggu kami
yang menumpang berkendara lapar dan sedih
mengapa kau bilang Dia murka?
sedangkan dia memasangkan sendiri pita-pita dan lampu pesta
mari kita rayakan kerinduan kepada nestapa
bukankah gelak tawa dan canda itu
bisa kau belanjakan sewaktu-waktu,
di manakah bisa kau tawar tangis dengan harga murah?
Dia memberimu cuma-cuma
dan kau menyebutnya derita.

kami duduk di sejulur patahan kayu
yang dulu terletak kursi-kursi tamu
mengelilingi meja yang kami susun dari pecahan kaca

kata ibu, Tuhan menunggu kami
yang tersenyum dengan bibir terkatup
menatap dengan kelopak mata tertutup
mengapa kau bilang Dia menghukum?
sedangkan diaduk-Nya sendiri adonan yang harum
gulali dari cairan-cairan kental tubuh yang kau sebut anyir
yang karenanya kau berpikir
dibandingkan mati, hidup lebih getir
apakah kau juga menyangka Tuhan itu kikir?

hari ini kami pulang
bersama tangan kiri ayah dan tangan kanan ibu
kami temukan bergandeng di balik selembar bulan dan bintang seng
tubuh-tubuhnya entah ke mana

kami itu aku dan kakak perempuanku,
menggali liang dan memasang nisan batu
lalu berlutut di kedua sisinya
langit malam terang oleh pelita-Nya
mungkin ayah yang memantikkan
karena angin lalu menyiulkan lagu buaian
suara ibu bening tanpa sedikitpun sedan
…anakku sayang, tidurlah kalian
…esok subuh seperti biasa, akan kubangunkan.


Jakarta, Januari 2005

No comments: